Cerita Belum Berakhir Part I


Kekecewaan
Yusuf adalah seorang anak kampung yang hanya lulusan SMA. Cita-citanya tinggi, dia ingin menjadi seorang dokter. Dia juga tergolong anak yang lumayan cerdas. Terbukti saat masih Sekolah Menengah Pertama, dia menjadi juara umum dan membuat orang tuannya bangga. Ketika dia di Sekolah Menengah Atas pun namanya selalu berada pada deretan lima besar juara kelas. Yusuf juga dipandang sebagai anak yang alim. Dia dipercaya utuk memimpin pengajian remaja masjid di kampungnya.
Pernah suatu ketika dia mengikuti tes penerimaan mahasiswa baru di suatu universitas ternama di kotanya.  Dia diterima sebagai calon mahasiswa fakultas kedokteran. Namun itu hanya sebatas diterima saja. Karena orang tuanya tidak mampu untuk membayar serentetan biaya yang harus dibayar sebagai syarat untuk bisa menjadi mahasiswa di universitas itu.
Sebagai seorang anak yang baru lulus SMA dengan gejolak emosi yang tinggi, Yusuf marah dan tak bisa mengendalikan emosi terhadap orang tuanya. Yusuf tak bisa menerima keadaan bahwa dia adalah anak orang miskin. Orang tuanya hanya seorang petani biasa yang mengandalkan hidup dari sepetak sawah. Kehidupan orang tuanya pun sangat menyedihkan. Makan dengan uang sisa pembayaran hutang yang mereka pinjam dari tenkulak untuk modal menanam padi diawal musim. Jangankan untuk menabung, untuk kebutuhan sehari-hari saja sering kekurangan. Rumahnya pun tak lebih baik jika dibandingakan dengan tetangga-tetangganya. Bahkan dengan rumah paman dan bibinya yang tidak lain saudara dari ibu atau ayahnya pun masih sangat jauh. Rumahnya terbuat dari papan, atapnya sudah banyak yang bocor dan kayu rumahnya pun rapuh karena sudah tak terlindungi lagi dari hujan dan sinar matahari.
Yusuf menganggap bahwa orang tuanya tidak menyayangi dan tidak mendukung cita-citanya. Sifat Yusuf pun mendadak berubah seperti anak yang tak pernah menempuh pendidikan. Dia pulang sesuka hati,  tak jarang dia tidur di rumah temannya. Tanpa memikirkan ada seorang perempuan tua yang menunggu dia pulang sampai larut malam. Bahkan tak jarang perempuan tua itu rela menghabiskan malam dengan penuh kekhawatiran, tangisan, dan kecemasan karena memikirkan keadaan anaknya. Perkumpulan remaja yang dipimpinnyapun terbengkalai. Yusuf tak lagi menghabiskan malam minggu di masjid utuk berkumpul dengan teman-teman remaja masjid yang dia pimpin.
Yusuf terus mencari kebebasan, mencari dunianya sendiri, untuk makanpun dia jarang meminta kepada orang tuanya. Dia mengerjakan semua pekerjaan yang dia anggap halal dan menghasilkan. Mulai dari bekerja di steam untuk mencuci motor, tampal ban, hingga berkeliling pasar untuk menjajakan telur puyuh pun ia lakoni. Hingga suatu hari, ketika dia sedang sibuk dengan pekerjaannya mencuci motor, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang sangat dia kenal. Laki-laki itu adalah mentor kursus saat dia mengikuti kursus komputer tingkat dasar ketika Yusuf masih duduk di bangku SMA kelas satu.
“Pak Handoko ya”, sapa Yusuf disela-sela waktunya mencuci motor.
“iya, kamu siapa? Sepertinya kita pernah kenal”, kata laki-laki itu dengan logat jawa dan senyum khas.
“saya murit Pak Handoko dulu waktu kursus komputer di CV. Surya Citra Komptuter ”, kata Yusuf memancing ingatan gurunya itu.
“oooh, iya saya ingat. Kamu masih sekolah”, tanya laki-laki itu dengan ramah.
“saya sudah lulus pak”, jawab Yusuf singkat karena ada motor lain yang meminta untuk dicuci juga.
Dari sanalah hubungan antara Yusuf dengan Pak Handoko itu semakin baik karena Pak Handoko sering mencuci motor di steam tempat Yusuf Bekerja.

Lanjut membaca? Klik disini.!
Untuk kembali ke cerita sebelumnya Klik di sini !

Popular posts from this blog

SURAT IZIN MENGEMUDI TIDAK PERLU DIPERPANJANG?

Program Billing Warnet Manual

Menghitung Gaji Karyawan Berdasarkan Golongan